= TRIBAL WAR =
BAB I
AWAL DARI PERJUANGAN
Mereka memiliki bentuk tubuh yang aneh,
meski bertubuh manusia akan tetapi mereka mempunyai sayap, berambut putih,
kulit berwarna putih pucat dan pupil mata mereka seperti mata kucing. Akibat
dari kemunculan mereka dunia mulai berubah, mereka merubah semua yang ada di
dunia, para manusia bersayap ini juga mampu menciptakan pulau-pulau beserta
isinya. Sehingga mereka menganggap diri sebagai “Dewa”.
Dunia
adalah tempat hidup manusia sejak dikeluarkannya Adam dan Hawa dari surga,
mereka berdua adalah nenek monyang dari semua manusia. Jauh setelah dari beberapa keturunan Adam dan Hawa manusia di bumi semakin
tidak beraturan, selalu tergoda oleh hawa nafsu yang pastinya setiap manusia
memiliki sifat itu. Dan disinilah dimulainya kejahatan, kelicikan dan
kekerasan serta pertumpahan darah antar sesama manusia. Didaratan
yang beriklim tropis yang membentang dari samudera pasifik hingga mencapai
jantung Asia Tengah, terdapat beberapa kelompok manusia yang ditakdirkan untuk
tidak bersatu. Mereka terpisah sejak kemunculan 10 makhluk yang memiliki
kekuatan yang sangat luar biasa, entah dari mana asal-usulnya tidak ada satu
orang pun yang tahu. Mereka memiliki bentuk tubuh yang aneh, meski bertubuh
manusia akan tetapi mereka mempunyai sayap, berambut putih, kulit berwarna
putih pucat dan pupil mata mereka seperti mata kucing. Akibat dari kemunculan
mereka dunia mulai berubah, mereka merubah semua yang ada di dunia, para
manusia bersayap ini juga mampu menciptakan pulau-pulau beserta isinya.
Sehingga mereka menganggap diri sebagai “Dewa”.
Dan
oleh karena mereka terlalu kuat dan mampu menciptakan
sesuatu yang baru bahkan mereka pun dapat
menciptakan tempat tinggal untuk mereka sendiri diatas langit, manusia biasa
menjadi takut dan banyak juga manusia yang menyembah mereka. Sampai pada
akhirnya terjadi suatu bencana besar yang mengakibatkan banyak pulau
terpecah-pecah menjadi beberapa bagian. Disetiap pulau-pulau itu memiliki
penduduk sendiri yang menjadi suku-suku disetiap penjuru bumi. Dan
mereka-mereka ini memiliki pola hidup yang berbeda, seperti suku “Stepa” mereka
hidup secara nomaden atau berpindah-pindah dan mereka bergantung pada
perternakan dan memanfaatkan potensi alam. Oleh
karena suku mereka yang sering berpindah-pindah tempat, mereka sering dianggap
sebagai manusia yang tercampakkan, diakhiran nama mereka adalah Shoden untuk
lelaki dan Deressa untuk perempuan. Penduduk Stepa terbagi dalam 5 wilayah,
yakni The Highest Mountain, Grove, Wild Forest, Dense Forest, dan Underworld,
mereka hanya orang-orang yang hidup seperti manusia terlantar. Kelompok suku
ini sangat sulit ditemukan. Mereka hanya dapat bertahan hidup dengan cara
berburu dan memakan sayur-sayuran.
Yang
kedua adalah suku yang hidup di dataran tinggi,
wilayah ini memiliki sumber hidup yang memadai “Trafara”. Mereka dapat
berternak dan berkebun, suku Trafara dipimpin oleh 1 orang kepala suku dengan
nama akhiran Ararya jika ia laki-laki dan Alka jika ia perempuan, mereka sudah
dapat membuat suku ini seperti kerajaan. Kawasan Trafara sangat luas dan juga
strategis dalam jalur perdagangan yang membuat wilayah ini menjadi sangat maju
dalam bidang ekonomi maupun dalam bidang infrastruktur, sehingga banyak
beberapa daerah lain ingin merebut kawasan ini. Yang sangat ambisius untuk
merebut kawasan ini adalah orang-orang penduduk suku “Bolmavia”, mereka ini
adalah suku yang sangat kejam diantara suku-suku lainnya yang ada di bumi.
Pulau suku Bolmavia terletak diperbatasan laut Trafara, oleh karena itu mereka
bisa sangat jelas melihat perkembangan yang terjadi diwilayah Trafara.
Penduduk suku Bolmavia makmur dengan hasil kekayaan
rampasan perang dari suku-suku lain yang kalah dari mereka, suku ini memiliki
prinsip hidup menjadi kuat adalah tujuan utama meraka dan yang lemah lebih baik
mati ditangan yang kuat, oleh sebab itu mereka sangat suka berperang untuk
membunuh yang lemah dan mengambil hak mereka. Melihat wilayah kekuasaan Trafara
sangat makmur, mereka menjadi sangat ingin menguasainya. Ketiga suku ini
Trafara, Stepa dan Bolmavia adalah suku yang terbesar dan memiliki populasi
yang banyak, sehingga suku-suku kecil lainnya menjadi takut untuk menguasai
wilayah ketiga ini, dan yang paling ditakuti adalah suku Bolmavia.
Memasuki
awal tahun 102 M, suku Trafara menjadi sebuah kerajaan oleh karena kemajuan
dalam bidang ekonomi, infrastruktur, perdagangan, dan sosial politiknya.
Trafara menjadi kerajaan dibawah kepemimpinan raja Soka Ararya anak dari kepala
suku sebelumnya Derris Ararya, dan permaisurinya Shina Alka. Dimasa 2 tahun
raja Soka Ararya menjadi seorang raja, kerajaan Trafara diserang oleh suku
Bolmavia untuk pertama kalinya dibawah kepemimpinan kepala suku Joesanches.
Ditengah perperangan antara Trafara dan Bolmavia ini permaisuri kerajaan Trafara
Shina sedang dalam keadaan hamil, saat peperangan itu terjadi Shina mengalami
kesakitan diperutnya pertanda bahwa ia sudah saatnya melahirkan. Dia dibawa
kelorong bawah tanah oleh beberapa pelayan dan penjaga istana, dengan maksud
untuk menyelamatkan permaisuri.
“Dimana
baginda raja?!”
“Bukannya
sudah jelas bahwa dia sedang berada ditengah perang!”
“Kenapa
mesti harus sekarang, sial!!”
“Aarrgghhh..
sakiit!!”
“Yang
Mulia!! Mohon bersabarlah, ini terlalu mendadak aku harus bagaimana?!”
“Tidakk..
Aku tidak tidak bisaa.. Aarghh!!”
“Oh ya
Tuhan bagaimana ini?! Hei kalian!! Cepat bantu aku, yang mulia akan melahirkan
sekarang. Jangan bengong saja!!”
“Ohh!!
ya ba.. baiikk!!”
Sang
Raja sibuk dengan perangnya melawan suku Bolmavia di depan pintu gerbang
kerajaan, dan ia tidak tahu sama sekali jika istrinya dalam keadaan yang
genting. Situasi perang pun saat itu sangat terdesak, kerajaan Trafara berada
diambang kehancuran, para pasukan sudah kehilangan semangat tempurnya oleh
karena pasukan perang Bolmavia yang terlalu brutal seakan mereka semua haus
akan darah manusia. Setelah selama beberapa jam
kemudian permaisuri kerajaan berhasil melahirkan seorang anak laki-laki, ia
terlahir ditengah-tengah penyerangan suku Bolmavia pada bulan September tahun
104 M. Jeritan tangisan bayi laki-laki itu membuat suasana dikerajaan Trafara
menjadi hening, semua orang yang sedang berusaha menyelamatkan diri dan
bertempur ditengah perang itu menjadi terdiam. Sang raja yang terkejut dan baru
menyadari akan hal itu langsung berteriak dengan suara yang lantang
ditengah-tengah pasukan tempur dan rakyatnya.
“WAHAAI
RAKYATKU!! PARA PRAJURIT TERHEBATKU!! SEKARANG BELUM SAATNYA UNTUK KITA
MENYERAHKAN NYAWA PADA MEREKA YANG INGIN MEREBUT WILAYAH KITA!! SAAT INI, ADA
BANYAK KEHIDUPAN YANG BARU TUMBUH, JIKA KALIAN INGIN MENYELAMATKAN ISTRI, DAN
ANAK KALIAN, MAKA BERJUANGLAH!! BASMI MEREKA SEMUA!! JANGAN BIARKAN ANAK DAN
ISTRI KITA DIRENGGUT OLEH ORANG-ORANG TOLOL SEPERTI MEREKA!! AYOO RAKYATKU,
AYOO PARA PRAJURIT TERHEBATKU, SEMUANYA!! LAWAN MEREKA!! TERJANG MEREKA SEMUA
DENGAN KERAS OMBAK KEKUATAN KITA!!”
Teriakan
sang raja membuat semangat prajurit kerajaan menjadi menggebu-gebu, masyarakat
pun yang merasa diri mereka terpanggil oleh teriakan sang raja langsung
mengambil perlengkapan perang dan berlari menuju pintu gerbang kerajaan untuk
menyerang balik suku Bolmavia. Mereka, dengan penuh semangat demi melindungi
anak dan istri mereka, keluarga mereka, berlari dengan sekuat tenaga disertai
dengan teriakan yang menggetarkan seluruh tubuh lawan mereka. Maju, mereka
membunuh setiap apa yang menghalangi, memotong setiap apa yang mereka lihat.
Terus membunuh tak ada rasa ampun sampai pada akhirnya yang mereka lihat
hanyalah bumi yang berwarna merah, rumput yang hijau, pohon yang coklat, tanah
yang berwarna kuning, semuanya berubah menjadi merah, merah dengan darah para
orang-orang Bolmavia yang awalnya haus akan darah. Ini memang seperti hantaman
gelombang yang menghanyutkan semua yang menghalanginya.
Serangan
mereka ini membuat para pasukan suku Bolmavia terpukul mundur, panah
berterbangan dari atas yang terus-terusan ditembakkan oleh masyarakat yang ikut
bergabung dalam perang bersama pasukan kerajaan Trafara. Panah-panah itu
terlihat seperti air hujan yang mengguyuri lawan mereka sehingga 130.000
pasukan perang Bolmavia gugur. Ini adalah kejadian yang baru pertama kalinya
dialami oleh suku Bolmavia selama bertahun-tahun ini yang tak terkalahkan dari
suku-suku lainnya. Tapi kali ini, akibat dari penyerangan balik pasukan
kerajaan Trafara bersama rakyatnya membuat pasukan Bolmavia semakin terdesak,
sedangkan pasukan depan kerajaan Trafara terus maju untuk memukul mundur lawan
mereka. Pemandangan diluar benteng kerajaan Trafara menjadi merah oleh tumpahan
darah pasukan di dua belah pihak.
“(Bertekuk)
Tetua Joe!! Pasukan kita yang berada dibarisan depan semua sudah dibantai!!”
“APAA!!
Apa yang terjadi, kenapa mereka bisa membantai pasukan kitaa?!”
“Maafkan
aku Tetua, aku juga tidak tahu apa yang terjadi. Mereka tiba-tiba menjadi
brutal dan tak bisa terkendali lagi.”
“Hm..
Tangisan bayi tadi, apa itu? Suaranya terlalu nyaring dan membuat telingaku
sakit!”
“Ma..
Maafkan aku Tetua, aku pun juga tidak tahu dari mana asal suara tangisan bayi
itu.”
“Apa-apaan
ini.. (menarik kerah bajunya) apa kau sedang mempermainkanku ha!! Kenapa kau
tidak tahu apa yang terjadi?! Tidak berguna!!”
“Aa.. ampunkan
aku, Tetua!! Aku benar-benar tidak tahu apa yang sudah terjadi, ampunkan aku!!”
Kejadian
itu membuat sang pemimpin suku Bolmavia menjadi sangat marah, ia mendorong
jatuh prajurit yang melaporkan keadaan itu dan langsung menebas lehernya hingga
putus, “Tsk, tidak berguna!! Melaporkan masalah yang tidak lengkap seperti ini,
yang benar saja, berengsek!!”. Mendengar laporan yang seperti itu, Joesanches,
pemimpin suku Bolmavia keluar dari tendanya dan langsung menuju kelokasi
perang. Setibanya ia disana, “A-Apa-apaan ini? Apa sebenarnya yang sudah
terjadi?! Dimana pasukanku yang lainnya?!”, Joesanches sangat terkejut saat
melihat apa yang sudah terjadi di depan matanya, ia melihat puluhan ribu,
tidak, bahkan ratusan ribu pasukannya tergeletak ditanah beserta dengan
banjiran darah dibumi yang sedang ia jejaki. Sedangkan pasukan kerajaan Trafara
masih banyak yang berdiri tegak di depan gerbang benteng kerajaan, dan di depan
pasukan mereka berdiri satu orang dengan gagah serta memegang potongan kepala
salah satu pasukan Bolmavia. “Joesanches!! Kau bisa lihat apa yang sedang ku
pegangi ini?! Ini adalah kepala dari pasukanmu!!”, dengan pandangan yang dingin
ia melemparkan kepala itu kearah Joesanches dan jatuh tepat dibawah kakinya,
ini baru pertama kalinya ia diremehkan selama dalam peperangan suku.
“KEPARAAATT!!! Akan ku bunuh kau, Sokaa!!!!”.
Joesanches
berlari kearah Soka dengan kencangnya sambil mengeluarkan pedang dari sabuk,
namun Soka tetap berdiri didepan dan tidak bergerak sedikitpun, begitu juga
pasukan dan rakyatnya yang berdiri dibalakang dan diatas dinding tembok
kerajaan. “DENGAAR KALIAN SEMUA!! Jangan ada yang bergerak sedikitpun dari
posisi kalian!! Karna ini adalah pertarunganku dengan dia!!”. Setelah
melontarkan perkataan itu, Soka pun ikut berlari kearah Joesanches dan
ditengah-tengah darah merah yang tergenang ditanah, beserta dengan ratusan ribu
mayat yang tergeletak diantara mereka berdua. Mereka baradu pedang dengan
sangat dahsyatnya dan membuat pasukan lain tercengang, “Ha!! Apa kau ketakutan
Soka!! Hahaha”, Joesanches terus berusaha membuat Soka terdesak namun ia tidak
tertekan sama sakali. “Joe, kau menyerang kerajaanku dengan sangat brutal,
puluhan ribu masyarakat dan pasukan ku tewas. Kau pikir aku akan takut begitu
saja dengan ancamanmu?! Ha! JANGAN MIMPI KAU JOESANCHES!!”. Pertempuran mereka
berdua sangat sengit, percikan-percikan api dari pedang mereka sangat jelas
terlihat, tak ada diantara mereka yang mau mengalah. Hingga saat ketika
Joesanches lengah sedetik Soka langsung mengambil langkah cepat dan menebas
bagian kaki kirinya hingga putus, “Arrgghhhh!!!”.
Joesanches
jatuh terduduk dan Soka kembali maju dengan tujuan untuk menebas langsung
kepalanya “Mati kau Joe, Hyaaaa!!!”, taang!! suara benturan pedang yang kuat
terdengar sangat nyaring dan membuat telinga yang mendengarnya menjadi ngilu,
rencana Soka itu gagal karena salah seorang tangan kanan dari Tetua Joesanches
datang dengan tiba-tiba dan menepis pedang Soka hingga membuatnya terjatuh.
“Tetua Joe!!” tangan kanan Joesanches langsung mengangkatnya dan langsung
membawa ia lari dari tempat itu, pasukan panah kerajaan Trafara sudah siap
untuk memanah mereka dan tiba-tiba Soka mengangkatkan tangannya yang berarti
jangan menembak.
“Apa
yang kau lakukan, Kobe!!”
“Apa
yang ku lakukan? Bukannya ini sudah jelas untuk menyelamatkanmu.”
“Siapa
yang menyuruhmu untuk menyelamatkanku?! Cepat turunkan aku, aku harus
membunuhnya!!”
“Kau
takkan sanggup untuk membunuhnya, Tetua.”
“Apaa!!”
“Kaki
kirimu sudah hilang, bagaimana caramu menyerang balik?”
“Tsk,
SIAAALLL!! Soka, keparaatt kau!! Akan ku balas perbuatan ini!! Arrghhhh!!!”
Joesanches
berhasil selamat dari ancaman kematian yang diberikan oleh Soka, jeritan
kepedihan dan rasa malu yang dialami oleh Joesanches terus berlalu seiring
jauhnya ia dibawa lari oleh Kobe, sebagai tangan kanannya. Sementara Soka
bersama pasukan dan masyarakat di kerajaan Trafara berteriak bersama merayakan
kemenangan mereka, Soka kemudian langsung berlari masuk kembali kedalam benteng
kerajaan Trafara dan terus menuju ke istana. Sorakan-sorakan masyarakat dan
para pasukan untuk mengucapkan selamat tidak dihiraukannya, “Hidup baginda
raja!! Hidup baginda raja!!”, “Yang mulia..!! kau memang raja yang paling
tangguh!!”. Ia terus berlari tanpa henti menuju ke istana seperti ada sesuatu
yang ia kejar, didalam hatinya berkata “ini pasti dia, pasti dia!! Aku tidak
akan ragu, ini pasti dia!! Dia yang sudah memberikan kekuatan kepadaku dan juga
seluruh manusia yang ada dikerajaan ini!! Tunggu aku, aku akan menuju kesana,
tunggu!!”
Sesampainya
Soka di depan pintu istana, ia melihat pintu istananya sudah terbuka. Soka
semakin panik dan langsung berlari masuk kedalam istana, sambil berlari dan
mencari ia berteriak memanggil istrinya, “Shina!! Dimana kau!! Shinaaa!! Jawab
aku!!”. Kepanikan dan kekhawatiran yang dia rasa tak lagi dapat dikendalikan,
wajahnya mulai memerah dan menendang pintu kamarnya “Shinaa!!”, didalam
kamarpun ia juga tidak melihat istrinya. Soka mulai pasrah dan putus asa, dan
tiba-tiba saja ia mendengar suara seorang bayi, Soka kemudian mengikuti kemana
arah suara itu, dan suara imut sang bayi ini berasal dari balik dinding
dibelakang kursi raja, Soka tidak pernah menyadari bahwa dinding dibalik kursi
itu bisa didorong kebelakang. Saat ia mendorong dinding itu sampai terbuka
suara bayi semakin terdengar jelas, ia langsung masuk kedalam terowongan itu
mengikuti arah jalan yang ada didepannya, tidak ada cahaya sedikitpun, Soka
hanya memegang sebuah obor yang di dapatinya disamping pintu masuk dinding.
Soka masih mengikuti suara bayi itu sampai akhirnya seorang penjaga istana yang
tidak tahu bahwa itu adalah sang raja yang masuk langsung secara tiba-tiba
melompat kearah Soka dengan pedangnya, “MATIII..!!” penjaga istana itu
berteriak sambil menghayunkan pedangnya, tanpa pandang bulu pun Soka ikut
menghayunkan pedang dengan kuat, suara benturan pedang itu terdengar keras
sampai ketelinga Shina.
“Apa
itu?! Lindungi Yang Mulia Shina!!”
“Siapa..?
Siapa yang datang?
“Yang
Mulia tenanglah, tetap disitu!! Kami akan melindungi anda.”
Kepanikan
terjadi didalam lorong bawah tanah, mereka semua mengira bahwa musuh sudah
berhasil memasuki istana dan menemukan terowongan bawah tanah. Soka yang sudah
lelah bertarung dalam perperangan tadi, sekarang ia harus bertarung kembali
dengan orang yang tidak ia kenali karena di dalam terowongan itu sangat gelap
dan obor api yang ia pegangi terjatuh saat penyerangan pertama. Ditengah-tengah
pertarungan mereka, Soka berteriak “SIAPA KAU!!”, penjaga istana itu terkejut
saat mendengar suaranya dan terdiam. “Yang Mulia Soka, apa itu kau?”, Soka
berjalan mencari obor yang telah jatuh “Ya, ini aku. Siapa yang sudah lancang
menghalangi jalanku!”, penjaga istana itu langsung bertekuk lutut “Ma.. Maafkan
atas kelancanganku Yang Mulia! Aku adalah Trisna Alka pelayan istana, aku tidak
tahu kalau itu adalah anda!”. Soka menarik nafas leganya dan melepaskan baju
tempur yang ia pakai.
“Hahh..
Ini melelahkan, dimana istriku?!”
“Oh, ya
silahkan lewat sini yang mulia.”
Trisna
Alka berjalan dan Soka mengikutinya dari belakang, ia terus bertanya-tanya pada
Trisna dimana istrinya “Sebentar lagi kita akan sampai yang mulia.”, saat
mereka berdua tiba Soka melihat 4 orang pelayan istana yang semuanya adalah
perempuan sedang berdiri dengan posisi siap tempur didepan Shina, ia hanya
mendengar suara imut sang bayi yang ada dibelakang mereka.
“Oh,
Trisna.. Ternyata itu kau.”
“Ya,
ini aku. Yang mulia raja Soka sudah tiba.”
Begitu
mereka berempat mendengar nama baginda raja Soka, mereka langsung bertekuk dan
membuka jalan untuk bertemu dengan Shina. “Yang mulia, selamat sekarang anda
sudah memiliki seorang putra.”, Soka berjalan dan meneteskan air matanya, ia
langsung memeluk Shina dan mencium keningnya.
“Kau
sudah berjuang dengan keras istriku.”
“Tidak,
kita sama-sama sedang memperjuangkan apa yang kita inginkan. Kau mempertaruhkan
nyawa demi keluarga dan rakyatmu. Sedangkan aku hanya bertaruh nyawa demi
menyelamatkan anak kita.”
Soka
sangat bahagia, ia mencium istrinya dan mengangkat anaknya dengan tinggi.
“Hahaha!! Kita menang nak, hahaha.. Kita menang, kau akan menjadi penerusku
selanjutnya! Hahahaha!!”. Soka terus tertawa bahagia bersama istrinya, prajurit
dan masyarakat yang sudah mengikuti perang itu kembali kekeluarga mereka
masing-masing melepaskan kelegaan yang selama beberapa waktu yang lalu mereka
panik dan tertekan dengan ancaman yang dilemparkan oleh suku Bolmavia. Namun
kali ini adalah yang pertama bagi suku Bolmavia kalah dalam melakukan invansi
suku. Kemenangan yang diraih oleh kerajaan Trafara dianugerahi dengan lahirnya
seorang anak laki-laki yang diberi nama Vhandelvis Ararya. Efek dari kemenangan
mereka ini banyak suku-suku kecil lainnya yang tidak tunduk lagi kepada
Bolmavia bahkan ada juga yang sudah tunduk beralih meminta perlindungan kepada
kerajaan Trafara, dan sebagai gantinya suku-suku ini harus memberi upeti yang
seimbang kepihak kerajaan.
Setelah
melewati masa-masa sulit dan pembangunan kembali kerajaan Trafara akibat
kerusakan perang sampai memakan waktu selama 9 tahun, Soka Ararya adalah raja
pertama yang berhasil membuat ribuan pasukan perang Bolmavia terpukul mundur,
dan selama 9 tahun ini pun ia telah membuat masyarakat dan penduduk suku-suku
lainnya menjadi aman dan makmur, ia selalu diagung-agungkan oleh rakyatnya
bahkan ia pun disebut sebagai pahlawan kerajaan Trafara. Pada bulan September
tahun 113 M, Vhandelvis Ararya memasuki usia yang ke 10 tahun, namun ia belum
pernah sekalipun menginjakkan kakinya keluar istana. Jadi tak heran jika
masyarakat sekitar tidak tahu yang mana pangeran mereka dan seperti apa paras
wajahnya. Suatu ketika Vhan merasa bosan karena terus berada didalam istana, ia
pergi menemui ayahnya yang sedang berada diruang makan istana.
“Ayah,
bolehkah aku pergi keluar istana untuk bermain?”
“Untuk
apa kau bermain diluar istana, diluar sana ada banyak bahaya.”
“Tapi
ayah.. aku selalu melihat suasana luar dari atas istana ini dan sepertinya itu
sangat menyenangkan.”
“Vhan..
kau masih terlalu dini untuk..”
“Sudahlah
sayang, biarkan saja.. lagi pula masyarakat tak ada yang tahu seperti apa anak
kita ini.”
“Haha..
(memeluk) Mama, berarti aku boleh bermain diluar istanakan?”
“Iyaa
boleh anakku sayang.. tapi tidak sendirian. Kau harus ditemani oleh satu orang
penjaga, ya?!”
“Hahahaha!!
Iyaa.. makasih mama.. (berlari keluar ruangan)”
“Ahh..
Shina.. kau slalu saja begitu.”
“Hahaha..
tidak ada salahnyakan jika sesekali dia bermain diluar istana ini. Beri sedikit
ia kebebasan.”
“(memgang
keningnya sendiri) Hahh.. ya baiklah, jika istri tercinta sudah bicara aku bisa
apa?”
“Hahaha..
Mau tambah lagi makannya sayang?”
Sebuah
keluarga yang terjalin dengan sangat harmonis, Soka telah menjadi seorang ayah
dan juga seorang raja untuk rakyatnya, begitu juga dengan Shina yang terus
setia menemani dan memberikan semangat kepada suaminya saat mengurusi soal
kerajaan. Akan tetapi seiring dengan berjalannya waktu, terkadang masalah
semakin rumit yang mereka lalui, Soka menjadi lebih keras terhadap keluarga
oleh karena kesibukkannya dengan kerajaan. Shina bisa memahami akan hal itu,
tetapi tidak dengan Vhan. Ia sangat merindukan saat ia bermain dengan ayahnya
lagi, sampai pada suatu malam ia pergi menemui ibunya untuk berbicara.
“Ma..
kenapa aku selalu di ikuti oleh pengawal-pengawal itu?”
“Kenapa kau bicara seperti itu nak?”
“Aku risih Ma, aku merasa tidak nyaman jika mereka terus mengikutiku seperti itu!”
“Ini untuk kebaikanmu juga nak, kau anak seorang raja kerajaan Trafara. Kau yang akan menggantikan ayahmu kelak nanti.”
“Aku ingin hidup bebas! Aku masih ingin menikmati masa kecilku seperti anak-anak yang lainnya!"
“Kenapa kau bicara seperti itu nak?”
“Aku risih Ma, aku merasa tidak nyaman jika mereka terus mengikutiku seperti itu!”
“Ini untuk kebaikanmu juga nak, kau anak seorang raja kerajaan Trafara. Kau yang akan menggantikan ayahmu kelak nanti.”
“Aku ingin hidup bebas! Aku masih ingin menikmati masa kecilku seperti anak-anak yang lainnya!"
Mendengar
anaknya berbicara seperti itu Shina langsung pergi menjumpai Soka yang saat itu
berada di dalam ruang kerjanya.
“Suamiku..”
“Ada apa? Apa ada terjadi masalah?
“Iya, ini masalah anak kita.”
“Vhan? Kenapa dengan dia?
“Dia ingin hidup bebas seperti yang lainnya, tanpa dikawal oleh penjaga.”
“Begitukah? Baiklah, apa dia sudah tidur?
“Iya, sekarang dia sudah tidur.”
“Kalau begitu besok pagi aku akan bicara dengannya.”
“Baiklah, tolong jangan marahi dia. Dia anak yang baik.”
“Ada apa? Apa ada terjadi masalah?
“Iya, ini masalah anak kita.”
“Vhan? Kenapa dengan dia?
“Dia ingin hidup bebas seperti yang lainnya, tanpa dikawal oleh penjaga.”
“Begitukah? Baiklah, apa dia sudah tidur?
“Iya, sekarang dia sudah tidur.”
“Kalau begitu besok pagi aku akan bicara dengannya.”
“Baiklah, tolong jangan marahi dia. Dia anak yang baik.”
Saat matahari
mulai terbit Soka tidak juga menjumpai Vhan yang saat itu masih ditempat
tidurnya. Ketika Vhan bangun ia melihat keluar lewat jendela kamarnya, ia sangat
terkejut karena ada sesuata yang telah terjadi di depan rumahnya. Ia melihat
ayahnya Soka sedang berdiskusi dengan salah seorang juru bicara dari kalangan
Stepa, dan secara tiba-tiba Soka mengeluarkan pedang dan memotong kepala juru
bicara dari Stepa tersebut. Saat itu Vhan mulai ketakutan jika berjumpa dengan
ayahnya. Ketika malam hari disaat Vhan keluar dari kamarnya menuju toilet, ia
berjumpa dengan ayahnya.
“Vhan, kau mau kemana?”
“Oh, I.. iya ayah, aku mau kekamar mandi”
“Ada apa dengan wajahmu itu Vhan? Apa kau takut dengan ku?”
“Ti.. tidak ayah, a.. aku hanya sudah tidak tahan lagi.”
“Oh.. baiklah ayah tunggu kau sampai selesai diruang kerja.”
“Ba..baik ayah.”
Vhan
sangat ketakutan sampai berlalari, dan Vhan langsung berfikir bahwa ayahnya
pasti akan memukulinya jika ia katakan untuk tidak perlu dikawal lagi oleh
penjaga.
“Apa kau sudah selesai?”
“Su.. sudah ayah.”
“Kau tak perlu takut seperti itu nak, ayah tahu pagi tadi kau melihat ayah memotong kepala seseorang bukan?”
“!!!!... Aa.. apa ayah akan memukulku, aku mohon maaf ayah.”
“Kau terlalu pengecut untuk menggantikan ayah jika kau terus seperti itu!”
“…………”
“Ayah membunuhnya karena mereka ingin merebut kawasan kita yang strategis ini, mereka ingin ayah menyerahkan tempat tinggal kita ini kepada mereka, apa kau setuju dengan itu.. Ha!!”
“Te.. tentu saja tidak ayah.. aku minta maaf!!”
“BERHENTI KAU MEMINTA MAAF DAN MENUNDUKKAN KEPALAMU SEPERTI ITU KEPADAKU!!”
“Ba.. BAIK AYAH!!” (ayolah jangan menangis)
“Ku dengar dari mama mu kau meminta untuk tidak dikawal lagi oleh penjaga, apa kau yakin dengan itu?”
“Aa.. aku cuma ingin hidup seperti anak-anak lainnya.”
“Baiklah, kau akan hidup seperti anak-anak yang lainnya, tetapi sebelum itu kau harus pergi kekawasan Xia untuk melatih keberanianmu, kekuatanmu dan cara berfikirmu itu.”
“Ayah.. bukankah Xia itu kawasan hutan?”
“Iyaa.. itu adalah hutan, dulu ayah juga pernah dicampakan oleh kakekmu ke Xia. Jika kau memang ingin bebas, ingin merasa kuat seperti ayah pergilah kesana. Ayah akan mengantarkanmu dua hari setelah ini. Persiapkan dirimu!!”
“Ba.. Baik ayah!!”
“Su.. sudah ayah.”
“Kau tak perlu takut seperti itu nak, ayah tahu pagi tadi kau melihat ayah memotong kepala seseorang bukan?”
“!!!!... Aa.. apa ayah akan memukulku, aku mohon maaf ayah.”
“Kau terlalu pengecut untuk menggantikan ayah jika kau terus seperti itu!”
“…………”
“Ayah membunuhnya karena mereka ingin merebut kawasan kita yang strategis ini, mereka ingin ayah menyerahkan tempat tinggal kita ini kepada mereka, apa kau setuju dengan itu.. Ha!!”
“Te.. tentu saja tidak ayah.. aku minta maaf!!”
“BERHENTI KAU MEMINTA MAAF DAN MENUNDUKKAN KEPALAMU SEPERTI ITU KEPADAKU!!”
“Ba.. BAIK AYAH!!” (ayolah jangan menangis)
“Ku dengar dari mama mu kau meminta untuk tidak dikawal lagi oleh penjaga, apa kau yakin dengan itu?”
“Aa.. aku cuma ingin hidup seperti anak-anak lainnya.”
“Baiklah, kau akan hidup seperti anak-anak yang lainnya, tetapi sebelum itu kau harus pergi kekawasan Xia untuk melatih keberanianmu, kekuatanmu dan cara berfikirmu itu.”
“Ayah.. bukankah Xia itu kawasan hutan?”
“Iyaa.. itu adalah hutan, dulu ayah juga pernah dicampakan oleh kakekmu ke Xia. Jika kau memang ingin bebas, ingin merasa kuat seperti ayah pergilah kesana. Ayah akan mengantarkanmu dua hari setelah ini. Persiapkan dirimu!!”
“Ba.. Baik ayah!!”
Vhan merasa semangat dengan hal itu, yang sebenanya ia tidak tahu bahwa dikawasan Xia itu terdapat banyak binatang buas dan tidak ada manusia yang berani masuk kedalamnya. Soka memang seorang pemimpin klan yang tegas seperti ayahnya dahulu dan dia ingin anaknya bisa melebihi ayahnya. Dan Soka berharap, seorang anak lelaki kecil yang terus berjalan mencapai impiannya agar menjadi orang yang bisa memegang dan mengendalikan kedamaian juga keadilan. Soka sadar bahwa diumur Vhan yang masih 10 tahun itu belum cukup umur untuk menjalankannya, tapi inilah kenyataan bahwa Soka mulai berfikir akan terjadinya perang antara kerajaan Trafara dengan suku Stepa. Untuk itu ia lemparkan Vhan kekawasan Xia agar dapat menjadi pemimpin bagi kerajaannya kelak.